Rabu, 23 Januari 2008

Pertambangan Batu bara

Menggugat Aktivitas Pertambangan Batubara di Pulau Sebuku Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan
Salah satu sektor penting yang menjadi andalan pemerintah Indonesia untuk menangguk devisa negara secara cepat adalah melalui sektor pertambangan. Sektor ini, khususnya pertambangan skala besar telah menyebabkan kerusakan hutan dan lingkungan yang cukup signifikan serta berdampak buruk terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitar. Lebih parah lagi, ekploitasi pertambangan juga dilakukan di kawasan lindung/konservasi dan pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia.
Pulau Sebuku yang terletak di sebelah timur Pulau Laut Kotabaru Kalimantan Selatan merupakan salah satu pulau kecil yang terdapat di Indonesia. Pulau ini memiliki lingkungan dengan karakteristik fisik dan kespesifikan yang tentunya berbeda dengan pulau yang memiliki dataran yang luas (terrestrial) namun tetap kaya akan sumber daya alamnya. Terdapat kawasan laut dan pesisir yang banyak menghasilkan untuk sektor perikanan dan kelautan, hutan mangrove yang menyimpan keragaman flora dan fauna dan sebagai tempat berlindung dan berkembang biaknya berbagai biota laut, hutan tropis dataran rendah dan sumber daya alam yang terdapat di bawah tanah berupa mineral, seperti batubara dan bijih besi. Dengan areal fisik daratnya yang kecil dan potensi sumber daya alamnya, Pulau Sebuku menjadi sebuah kawasan yang penting untuk dilindungi dan dikelola dengan baik dan hati-hati karena pulau ini rentan terhadap dinamika alam dan aktivitas manusia.
Ancaman terhadap Pulau Sebuku saat ini adalah adanya aktivitas pertambangan batubara oleh PT Bahari Cakrawala Sebuku yang mulai beraktivitas sejak tahun 1994 sampai sekarang, dan juga beraktivitas di kawasan Cagar Alam dengan luas 1050 Ha dengan perjanjian pinjam pakai kawasan untuk kepentingan pertambangan tanpa menggunakan konpensasi sehingga mengakibatkan berkurangnya luas kawasan Cagar Alam Selat Sebuku (LAMAS, 2002). Aktivitas pertambangan ini telah menimbulkan dampak ekologis, ekonomi, sosial, dan budaya.
Dengan adanya aktivitas pertambangan batubara oleh PT BCS di Pulau Sebuku lambat laun sudah dirasakan dampak buruknya oleh masyarakat sekitar tambang. Temuan Walhi Kalsel telah terjadi perubahan bentang alam, terdapat lubang-lubang yang dibiarkan menganga, pembuangan limbah air cucian batubara yang disalurkan ke penampungan kemudian ke sungai tanpa perlakuan yang memadai. Aktivitas eksploitasi yang dilakukan merusak dan menghilangkan sebagian sumber penghidupan masyarakat berupa rusaknya sungai dan hutan mangrove tempat hidupnya biota-biota laut, rusaknya hutan rawa tempat hidupnya ikan-ikan air tawar, rusaknya lahan pertanian masyarakat, rusak, dan hilangnya tempat sumber-sumber air bersih, tercemar dan matinya tanaman karet, berkurangnya produksi lada, matinya ratusan ternak kerbau pada tahun 1997. Penggunaan aparat “keamanan” dan tekanan oleh pihak perusahaan terhadap masyarakat yang mau menuntut haknya dan menyuarakan kepentingan lingkungan sehingga menimbulkan rasa takut, was-was, dan keresahan di masyarakat. Dampak lainnya berupa terjadinya pergeseran sosial dan budaya masyarakat, misalnya pergeseran pola hidup masyarakat yang sekarang lebih konsumtif, adanya praktek prostitusi.
Terhadap aktivitas pertambangan PT BCS yang mengancam akan keberlangsungan kehidupan di Pulau Sebuku dan keberadaan Pulau Sebuku itu sendiri sebagai salah salah aset bangsa sebagai sumber keanekaragaman hayati dan kawasan konservasi, bersama ini Walhi Kalsel dan Jaringan Advokasi Tambang Kalsel menyatakan:
1. Menuntut PT BCS agar segera menghentikan pengrusakan lingkungan dan aktivitas penambangan di kawasan cagar alam Selat Sebuku2. Meminta pemerintah untuk tidak mengizinkan PT BCS melakukan perluasan tambang di kawasan cagar alam Selat Sebuku3. Menuntut PT BCS segera melakukan rehabilitasi lahan di areal-areal yang rusak akibat aktivitas tambang, seperti penutupan lubang-lubang tambang yang sampai saat ini masih dibiarkan menganga, penghijauan kembali kawasan bekas tambang, pemulihan fungsi sungai, dan ekosistem hutan mangrove dan rawa. 4. Menuntut PT. BCS untuk memberikan kompensasi dan ganti rugi yang layak kepada masyarakat atas berbagai dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan PT. BCS5. Menuntut PT BCS segera menuntaskan penyelesaian sengketa lahan dan ganti rugi tanam tumbuh masyarakat yang belum dituntaskan.6. Menuntut PT BCS segera mengembalikan hak-hak masyarakat atas akses terhadap sumber-sumber kehidupan mereka, seperti tempat mencari ikan air tawar, kebun, dan lahan masyarakat.7. Menuntut PT BCS untuk memberikan jaminan kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat setempat.8. Menuntut PT BCS untuk tidak menggunakan pendekatan “keamanan” dan “kekerasan” dalam berhadapan dengan pihak luar, terutama masyarakat di Pulau Sebuku. 9. Menuntut PT BCS untuk membuat perencanaan program pasca tambang secara transparan yang melibatkan masyarakat dan pemerintah dengan jaminan tanggung jawab PT BCS sampai kondisi bekas tambang dinyatakan pulih dan aman bagi kehidupan di Pulau Sebuku
Demikian siaran pers ini kami sampaikan, agar dapat menjadi perhatian bagi semua pihak terutama PT BCS dan pihak pengambil keputusan (pemerintah).